Pages

Selasa, 13 Desember 2011

Rahasia Permainan Tradisional


JANGAN cepat-cepat menilai negatif permainan tradisional anakanak. Anggapan bahwa jenis permainan ini ketinggalan zaman, kampungan, kotor, dan tidak bermanfaat, ternyata lebih banyak salahnya. Para ahli bahkan berpendapat sebaliknya.
RUDI Corens, Kurator Museum Anak Kolong Tangga, Yogyakarta, menyampaikan informasi penting saat menjadi narasumber Diskusi Peran Permainan dan Media Permainan terhadap Perkembangan Psikologi Anak, di Bale Seni Barli, Kotabaru Parahyangan, Minggu (14/12) pagi.
"Para psikolog dan pakar pendidikan di beberapa negara Eropa kini sedang gencar menginventarisasi dan menganalisa permainan tradisional di negara masing-masing. Menurut mereka permainan tradisional anak-anak merupakan sebuah akar budaya suatu bangsa," terang Rudi Corens.
Pria berkulit putih yang sejak 20 tahun lalu meneliti permainan tradisional anak-anak seluruh dunia ini meyakinkan bahwa menjaga dan melestarikan permainan tradisional anak-anak akan berbuah positif bagi bangsa di masa depan.
"Banyak jenis permainan tradisional menjadi jembatan bagi anakanak untuk bersosialisasi. Banyak juga permainan itu mengajarkan kejujuran, toleransi, kreativitas, maupun nilai-nilai positif lain yang bermanfaat di dalam kehidupan bermasyarakat suatu bangsa," ungkap Rudi.
Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal, Harris Iskandar PhD menjelaskan bahwa menjaga kelestarian permainan tradisional anak-anak, merupakan suatu upaya meneguhkan jatidiri bangsa.
"Maka perlu dikenalkan kepada anak-anak sejak dini. Sebaliknya, bila anak-anak dibiarkan bermain dengan mainan produk negara lain, seperti play station. Maka di masa remaja dan dewasa mereka bakal sulit menemukan jatidiri sebagai anak bangsa. Sebab selama bertahun-tahun mereka memainkan permaian yang tidak membumi," jelas Harris.
Buat melestarikan permainan tradisional anak-anak, lanjut Harris, perlu ada intervensi pemerintah. Misalnya dengan memfasilitasi para guru dan orangtua untuk belajar membuat media permainan dan menambah wawasan terkait pemainan tradisional anak-anak.
Rahasia penting lain tentang permainan tradisional anak-anak, disampaikan Yuspendi MPsi, Psikolog RS Cahya Kawaluyan. Menurut Yuspendi beberapa jenis permainan tradisional anak-anak punya potensi merangsang kecerdasan majemuk.
"Ada permainan yang tidak sekadar melatih motorik kasar dan motorik halus. Tapi sekaligus melatih bahasa, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, merangsang kreativitas anak- anak," terang Yuspendi. (ricky reynald yulman)

Ada 186 Macam
DI
 arena Festival Kaulinan Barudak Baheula, di Kota Baru Parahyangan, Komunitas Hong dan siswa Bale Seni Barli menampilkan puluhan jenis permainan tradisional anak-anak beserta media permainan yang dipakai. Di antaranya oray-orayan, perepet jengkol, dan jenis lainnya.
Wahyub Aab, pembuat mainan tradisional dari Subang, menjelaskan permainan menggunakan media sederhana seperti kayu dan bambu hingga kini masih dimainkan anak-anak di wilayah pedesaan. "Tapi ada pula orang dewasa ikut memainkan jenis tertentu seperti kokoleceran," ungkapnya.
Anak-anak memainkan kokoleceran yang berupa baling-baling bambu ketika mengembala kerbau. Sedangkan orang dewasa membuat kokoleceran ukuran panjang mencapai tiga meter dipasang di tempat tertentu sebatas kesenangan.
Alat permainan lain berupa kerkeran, bebedilan, momotoran, jajangkungan, celempung, hingga wayang dari batang daun singkong. "Berbagai mainan itu bisa membuat anak-anak asyik berimajinasi. Mereka jadi lebih kreatif di tengah keterbatasan," ujar Tanto, pemerhati permainan anak dari STSI.
Zaini Alif dari Komunitas Hong (Pusat Kajian Mainan Rakyat Bandung), berhasil mengidentifikasi 186 jenis permainan tradisional. Zaini Alif melakukan kajian di Jawa Barat bagian tengah dan selatan yang dikenal memiliki kekayaan ragam mainan rakyat sarat nilai dan makna filosofi.
"Banyak permainan tradisional dibuat sesuai karakter anak-anak. Sehingga mereka bisa dengan mudah memainkan dan merespons secara otomatif kondisi lingkungan sekitarnya. Banyak di antara mereka melakukan suatu permainan sambil bekerja atau di sela-sela waktu bekerja," jelas Zaini. (ricky reynald yulman)


Beberapa Jenis Kaulinan Barudak :

Jajangkungan
Para pemain menggunakan dua buah bambu yang bila ditegakkan mencapai ketinggian sekitar 1,5 meter. Di kedua bambu dibuat pijakan sekitar 15 hingga 30 cm sesuai kemampuan anak. Pemain berdiri di kedua pijakan sambil menjaga keseimbangan. Jajangkungan juga dikenal sebagai engrang ini, bisa dimainkan dalam beragam variasi, seperti bermain sepakbola, ambil koin tertancap di buah semangka menggunakan mulut, dan sebagainya.

Kali Kali Jahe
Permainan ini mengangkat simbol menggali jahe dengan sepotong ranting. Seorang dipilih menjadi penggali. Sementara anak-anak lain berperan sebagai pagar penjaga tanaman. Penggali lebih dulu meminta ijin kepada pemilik kebon jahe. Penggali lalu menggoyang satu per satu pagar sambil menyanyikan kakawihan.

Gatrik
Permainan melibatkan dua tim menggunakan alat berupa dua buah kayu atau ranting dengan panjang berbeda. Kemampuan pemain mencungkil dan memukul potongan kayu pendek dengan kayu panjang tanpa jatuh ke tanah, menjadi faktor penentu kemenangan. Pemain bisa mengumpulkan nilai di babak getok lele. Di babak ini pemain lebih dulu mencungkil kayu pendek dan memukul menggunakan kayu panjang. Seseorang dianggap menang jika sudah melewati batas nilai yang disepakati di awal permaian.

Sorodot Gaplok
Permaian ini memakai batu pipih berdiameter sekitar 20 cm. Jumlah pemain bisa sampai 10 orang terbagi dua kelompok. Setelah diundi melalui lempar batu terdekat dengan garis batas, tim yang menang kemudian menaruh batu di punggung kaki. Sementara tim satunya mendirikan batu berjejer di salah satu garis. Dari jarak sekitar lima meter tim penyerang berusaha merobohkan batu tim lawan hingga semua batu tim lawan roboh. Tapi jika tak berhasil gantian tim lawan yang akan merobohkan batu tim penyerang.

Bobontengan
Menjajakan bonteng (ketimun) dengan cara mencolek tangan calon pembeli dengan maksud membujuk. Biasanya permainan ini dilakukan anak-anak perempuan sambil melantunkan kakawihan.

Ambil Ambilan
Permainan diiringi kakawihan ini menceritakan peran seorang nenek (nini) sebagai penjaga sekelompok anak. Sementara seorang kakek (aki) bertugas mengambil satu per satu anak-anak itu. Si aki harus kreatif membujuk si nini agar mau menyerahkan semua anak.

Papanggalan
Di beberapa tempat permaian ini juga dikenal dengan permainan adu gasing. Panggal dibuat dari kayu keras yang dibentuk menyerupai kerucut yang diputar menggunakan seutas tali. Semua pemain memutar panggal di dalam sebuah lingkaran sambil seluruh pemain melantunkan kakawihan. Pemain harus menjaga agar panggal tak boleh keluar dari lingkaran.

Boyboyan
Alat bantu yang digunakan yaitu sebuah bola tenis dan pecahan genting selebar tapak tangan anak-anak. Permainan ini bisa dilakukan sekitar 10 anak yang terbagi jadi tim penyerang dan penjaga. Tumpukan genting ditumpuk dan penyerang melemparnya dengan bola tenis. Tumpukan genting yang berserakan kembali disusun anggota tim penyerang. Sementara tim penjaga harus menghalangi. Tim penyerang bisa memenangkan permaian jika berhasil menyusun kembali tumpukan genting. Asalkan anggota tim yang berhasil menyusun tumpukan genting terakhir berteriak "Boy!" sebagai tanda akhir pertandingan. (ricky reynald yulman)


Tribun Jabar edisi Cetak

0 komentar:

Posting Komentar